Jakarta, Porosterkini.com – Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada Jumat (30/12/2022) lalu.
Pemerintah mengklaim penerbitan Perppu Cipta Kerja mendesak dilakukan untuk mengantisipasi kondisi global seperti resesi global, peningkatan inflasi, dan ancaman stagflasi. Selain itu, pemerintah mengklaim penerbitan Perppu tersebut sudah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 38/PUU-VII/2009.
Padahal Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan gugatan organisasi masyarakat sipil atas uji formil terhadap Undang-undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja pada 25 November lalu.
Dalam putusan, majelis hakim MK menyebut, UU Cipta Kerja cacat formil dan inkonstitusional bersyarat. Dengan keputusan ini, pemerintah tidak bisa mengambil kebijakan strategis dan berdampak luas terkait UU Cipta Kerja.
MK juga memberikan kesempatan kepada pemerintah dan DPR untuk memperbaiki UU selambat-lambatnya dua tahun.
Karena itu, AJI Indonesia mengecam keputusan pemerintah yang terus mengabaikan partisipasi publik dan masukan masyarakat, termasuk komunitas pers dalam penerbitan Perppu ini.
Perppu ini memiliki dampak yang besar bagi semua pekerja di Tanah Air, tidak terkecuali pekerja media. Sejumlah pasal di klaster ketenagakerjaan di Perppu Cipta Kerja yang merugikan pekerja antara lain:
AJI Indonesia juga menyoroti revisi Undang Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran dalam UU Cipta Kerja yang kemudian dipindahkan ke Perppu Cipta Kerja. Salah satunya tentang ketentuan yang tidak sejalan dengan semangat demokratisasi di dunia penyiaran.
Perppu Cipta Kerja membolehkan dunia penyiaran bersiaran secara nasional, sesuatu yang dianggap melanggar oleh Undang Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Sebab, larangan siaran nasional ini justru untuk mendorong semangat demokratisasi penyiaran, yaitu memberi ruang pada budaya dan ekonomi lokal bertumbuh.
Perppu Cipta Kerja juga memberi kewenangan besar kepada pemerintah mengatur penyiaran. Sebab, pasal 34 yang mengatur peran KPI dalam proses perijinan penyiaran, dihilangkan. Dihapusnya pasal tersebut juga menghilangkan ketentuan batasan waktu perizinan penyiaran yaitu 10 tahun untuk televisi dan 5 tahun untuk radio dan juga larangan izin penyiaran dipindahtangankan ke pihak lain.
Atas dasar ini, AJI Indonesia menyampaikan sikap:
Jakarta, Rabu 11 Januari 2023.
Tidak ada komentar